Standards of the International Market for Trading Forex

Trading national financial criteria in a market is known as Forex. The foreign exchange market is a location for individuals, organizations, financial foundations, and general culture to benefit from…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Enough or Continue this stories.

Rintikan hujan berbaur bersama alunan melodi lofi hop, instrumen-instrumen piano yang bernada minor membuatku mengingat seluruh awal kisah cinta kita. Samar-samar tapi pasti, ingatanku yang menunggu dirimu tertuju kepada kisah saat aku pertama kali menembakmu.
Di satu sisi aku senang kau menerimaku sebagai pacarmu, di satu sisi aku memilih untuk mengakhiri hubungan yang monoton ini.

Ku harap cinta kita akan selamanya menyenangkan, namun aku salah. Ada kalanya suatu hubungan butuh Q-time, namun hubungan kita terlalu banyak Q-time.
Kulihat kontak whatsapp mu yang sedang online, entah dengan siapa kau chatingan. Yang pasti dia lebih seru dibandingkan aku yang membosankan ini.
Aku ingin sekali untuk memulai pembicaraan kita via aplikasi WhatsApp, namun aku tidak memiliki topik yang seru untuk kita bahas.

Dalam suatu hubungan memang kita tidak boleh terlalu overprotektif, hubungan yang terlalu overprotektif katanya hubungannya tidak akan bertahan lama. Tapi kenapa hubungan kita, yang tidak ada rasa overprotektif malah semakin monoton.
Entah dengan siapa kau sekarang, sedang apa kau sekarang, aku tidak perduli dengan pertanyaan itu. Aku hanya ingin tau, untuk siapa hatimu sekarang.
Lama hari berjalan, chatingan kita hanya sebatas menanyakan menu makanan, menanyakan kondisi kesehatan, dan berakhir di tertawa yang dipaksakan.

Instrumental-intrumental yang bernada, semakin masuk ke dalam memori otakku, membuatku terbayang akan senyuman hangat mu, ingin sesekali aku mengajakmu jalan, namun covid-19 berkata jangan.
Hubungan tanpa ketemuan, itu ibaratkan teman yang hanya diberi kasih sayang.
Memang sekarang lagi masa pandemi, namun hati ini tidak bisa menunggu bertemu sosok dirimu lagi. Sempat ku cemburu akan teman-teman mu, teman yang kau temui disetiap grup. Teman yang selalu bisa membuatmu online hingga malam hari, teman yang bisa membuatmu online tanpa membalas pesan dariku. Teman, yang sebenarnya lebih dari kata 'teman'.

Hubungan kita itu jika dilanjutkan akan banyak luka yang bertebaran, namun jika di sudahi akan banyak kesedihan menghampiri. Mungkin itu hanya berlaku untuk ku, dan aku tau kau tidak akan pernah merasakan seperti itu. Aku teringat saat kita merayakan anniversary, kau datang dengan menggunakan pakaian yang indah, berdandan ala bidadari dansa, yang membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Saat itu adalah saat-saat terbodoh dalam hidupku, kau sudah berdandan secantik itu. Sedangkan aku masih sibuk memikirkan apa yang akan kita bahas.

"Eh.. eh.. kamu cantik.", Kata ku grogi, waktu itu.
"Kamu juga ganteng kok." Ucap mu yang seakan tidak grogi sama sekali.
Lalu pembicaraan kita berhenti saat pelayan datang memberikan makanan.
"Mau kemana lagi ini?" Tanya ku.
"Terserah kamu saja." Jawab mu seolah tidak ada keraguan dalam berbicara.
Setelah dari cafe, kita pergi jalan-jalan ke taman. Hanya membahas hal-hal kecil yang bodoh, hanya duduk-duduk di tengah-tengah pohon rindang. Memang aku terlalu bodoh soal topik, dan aku bodoh soal memahami.

Tiba-tiba instrumen lofi hop yang tadi asik memasuki memoriku terhenti, saat aku lihat ternyata hp ku baterainya habis, sempat ku berfikir untuk mengutarakan semua yang ada di isi hatiku ini, namun aku takut akan kehilangan sosok dirimu. Aku terlalu lemah untuk seorang pria, dan aku terlalu bodoh untuk seorang pacar. Mengutarakan yang sejujurnya saja aku tidak bisa, lalu apakah masih yakin hubungan ini bisa terus berjalan. Lalu otaku mulai berkata.
"Kenapa aku tidak bertanya langsung kepadanya?"

Esok paginya, matahari siang yang panas, kuberanikan diri untuk mengirim pesan lewat WhatsApp, memberanikan diri untuk mengutarakan apa yang hatiku mau bilang, menanyakan semua gumpalan-gumpalan kecemburuanku selama ini, menanyakan apakah hubungan kita bisa berlanjut atau berhenti disini.

"Siang" chat dari ku terkirim.
Kau tidak merespon sama sekali, padahal kau sedang online saat itu. Sekitar 15 menitan kau mulai menjawab.
"Siang juga."
Aku menunggu pesan ini datang darimu, lalu aku mulai bertanya.
"Aku mau ngomong sesuatu." Pesan ku, Erik.
"Bentar Rik, hp ku lowbat, nanti malam aja ya.." pesan darimu, Eva. Seolah ini adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ingin ku katakan. Ku mencoba tegar, ku mencoba seolah tidak ada yang terjadi.
"Oke," balas dari ku. Namun hanya ada centang satu.

Secepat itu kau offline, dan selama itukah kau online tanpa ada kabar. Saat aku mengirim pesan kau jawab lama, lalu kau bilang 'hp ku lowbat'. Aku masih saja berpikir positif, aku tidak mau termakan oleh rasa kecemburuanku. Aku tidak mau termakan oleh rasa kekesalannya. Ini bukan saatnya untuk cemburu, dan ini bukan saatnya untuk kesal kepadanya. Lalu aku mencoba mendengarkan lagu bernada minor, lagu yang nadanya sangat menyentuh. Karena hati ini butuh sentuhan, bukan menunggu kepastian.

Malam hari pun tiba, kau masih belum membalas pesan dariku, namun saat kulihat, kau memang online. Hhmm, pria bodoh seperti apa aku yang membuat wanitanya memberikan pesannya duluan.
Lalu aku mencoba mengirim pesan, aku mengirim pesan dengan lanjutan yang tadi.
"Va, aku boleh ngomong ga?" Pesan dari ku.
Kau tidak menjawab, lama sekali aku tunggu. Ya memang, hubungan ini sudah akan berakhir. Hubungan yang kita bangun selama kurang lebih 3 tahun ini akan hancur dan hilang gara-gara pandemi, tidak ini bukan salah pandemi, ini salahku, ini salahku karena aku tidak pandai berimprovisasi saat berbalas pesan, aku tidak pandai mencari topik-topik hangat yang kau sukai.

Lalu kau menjawab pesan dari ku.
"Iya Rik ada apa?" Tanya mu polos.
Kau membalas pesan ku selama itu, hampir 2 jam kau membalas pesan ku dengan kata-kata 'iya Rik ada apa?'. Bayangkan, kau menunggu begitu lama untuk orang yang kau cintai, namun dia hanya membalas seperti itu.
"Gitu doang?" Tanya ku.
"Maksudmu Rik?" Tanya balik dirimu.
"Kau membalas pesan ku kurang lebih 2 jam cuma dengan kata 'iya Rik ada apa?' gitu" jawab ku.
"Mau mu apa Rik?" Tanya dirimu.
"Aku cuma mau ngomong sesuatu." Jawab ku.
"Ngomong aja kali, gitu aja di bikin ribet." Entah kau marah atau tidak saat kau membalas pesan ku seperti ini.

"Apa kau masih mau hubungan kita lanjut?" Tanya ku.
Kau hanya membaca pesan dariku, tidak ada balasan satu pun darimu. Aku pun terdiam. Aku menunggu balasan darimu. Lalu aku bertanya lagi.
"Apakah kamu masih mau mempertahankan hubungan kita?" Tanya ku lagi.
Seperti yang sebelumnya, kau hanya membacanya, seolah kau itu menjawab tidak. Aku sekarang sudah tau jawab darimu.
"3 tahun, hubungan kita berjalan. Lalu berhenti disini Va?" Tanya ku.
"Kamu sayang ga sih sama aku?" Lagi.

"Rik, aku tuh sayang banget sama kamu." Balas pesan darimu.
"Oke, tapi apa kamu mau mempertahankan hubungan kita?" Tanyaku.
"Sebenarnya aku mau mempertahankan hubungan kita, tapi aku tidak tahu apa yang harus kita bahas nantinya." Jawab mu.
"Aku tau, banyak lelaki diluar sana yang jauh lebih baik dariku sedang menunggu balasan pesan darimu kan?" Pesan dari ku.
"Sejak kapan Rik? Sejak kapan kau menjadi pria yang cemburuan seperti ini?" Kau malah tanya balik.
"Sejak aku tau, kau online tapi bukan untuk ku." Jawab dari ku.

"Aku hanya chatingan sama temanku Rik." Pesan dari mu.
"Teman? Teman yang selalu ada untuk mu?" Tanya ku.
"Baiklah, lebih baik hubungan kita selesai disini." Lanjut ku.
"Oke, kalau itu mau mu." Jawab mu.
"Haha, segampang itu kau bilang oke. Tenyata sudah dari awal kau ingin putus ya?" Pesan dari ku.
"Jika kau ingin putus ya putus aja Rik, ga perlu sok-sokan dramatis gitu." Balas darimu.
Lalu seketika kamu off, yang sebenarnya aku tau kau itu memblokir kontakku.
Tenyata seperti itu kemauanmu Eva. Menungguku mengatakannya agar kau tidak terbebani, menunggu aku yang bilang agar kau bisa menyalahkan aku.
Memang sedari awal aku tau, bahwa ada yang tidak beres di hubungan kita. Namun aku lebih memilih diam dibandingkan mengutarakan. Karena aku tau, sia-sia juga kalau aku bilang.

Terima kasih Eva, kau telah menemaniku selama 3 tahun. 1 tahun masa ter indah, 1 tahun masa memudar, dan 1 tahun masa hubungan tanpa cinta. Memang aku sudah tau, kalau akhir dari cerita hidupku seperti ini, namun yang perlu kau ketahui aku masih sayang kepadamu hingga akhir hayatku.

```

Untuk Eva dari Erik.

```

Untuk siapapun yang menemukan surat ini, saya hanya memberikan saran, bahwa hubungan itu penting. Tapi komunikasi dalam suatu hubungan adalah sesuatu yang dapat hubungan dapat perjalan.

~
~
~

Dan itu adalah surat yang Erik tulis sebelum akhirnya dia memutuskan untuk gantung diri.
Polisi menemukan mayat Erik setelah mendengar kabar dari warga kalau rumah Erik seperti bau bangkai, dan polisi juga lah yang meng-upload surat terakhir yang Erik tulis. Supaya Eva tau bahwa Erik itu sayang dan takut kehilangannya.

The End.

Add a comment

Related posts:

Tales of Nagarjuna

Most of the suffering of mankind stems from the delusion that we are separate, independent beings ...

NFTs beyond JPEGs

I have a friend who lives on the coast in Spain. On sunny days he walks on the promenade with his wife, the smell of the sea and grilling tapas all around them. His only annoyance, he tells me with a…

Ebook Bikin Tulisan Anda Lebih Awet

Cara paling mudah nyebarin tulisan kita dan biar gak ilang ditelan timeline adalah dengan mengebook-kan nya. Sudah menjadi algoritma nya Edge Rank nya Facebook. Sebagus apapun tulisan Anda.. Jika…